Ket Foto : Sumber Foto : Sawitsetara.net

Pascasarjana Unilak Berkunjung ke Apkasindo, Ini Yang di Bahas

Unilak Riau - Dalam upaya mendekatkan kelapa sawit dengan dunia pendidikan dan akademisi, Sekolah Pascasarjana Universitas Lancang Kuning Riau baru-baru ini mengadakan kunjungan ke Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) provinsi Riau.

Kunjungan yang dilakukan pada hari Jumat, 19 Mei 2023 dipimpin oleh Dr. Anto Riyanto sebagai Wakil Dekan I beserta Dosen Pascasarjana Universitas Lancang Kuning (Unilak) antara lain Dr. M. Rawa El Amady, Dr. Rina Novia Yanti dan Martha, SP.,M.Si.

Terlihat rombongan diterima langsung oleh Ketua DPW Riau, KH  Suher, didampingi oleh Dr. Riyadi Mustofa, SE.,M.Si.,C.IEA dan Dr. Mulono Apriyanto, STP., MP.,C,APO. Tampak kemudian Dr. Ir. Gulat ME Manurung, MP.,C.IMA, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APKASINDO turut bergabung dipertengahan diskusi di Aula Rapat DPW APKASINDO Riau, Jalan Arifin Ahmad, Pekanbaru.

Sebagai ahli Agribisnis Ekonomi Pertanian, Dr. Anto Riyanto berpendapat bahwa harga TBS dapat stabil atau anjlok terkait dengan harga CPO (crude palm oil) di Rotterdam, Bursa Malaysia, dan KPBN (kharisma pemasaran bersama nusantara).

“Karena ketiga faktor tersebut mempengaruhi demand-supply pasar kelapa sawit dunia secara langsung maupun tidak langsung. Namun, faktor-faktor lain seperti iklim dan musim juga dapat mempengaruhi harga TBS dan kelapa sawit secara keseluruhan. Namun ada faktor yang selama ini tim harga Disbun (Dinas Perkebunan) abai dan ini sangat penting,” ujar Dr. Anto kepada sawitsetara.

Seperti kita ketahui, terang Dr. Anto, harga CPO di Rotterdam adalah harga referensi untuk produk kelapa sawit dunia. Jika harga CPO di Rotterdam naik, maka harga TBS akan cenderung mengikuti tren tersebut, karena produsen akan mengharapkan keuntungan yang lebih besar. Demikian juga dengan harga TBS di Bursa Malaysia juga dapat mempengaruhi harga TBS di  Indonesia. Karena Bursa Malaysia dapat mencerminkan permintaan global.

Begitu pula dengan KPBN yang adalah badan pemasaran bersama untuk produk kelapa sawit di Indonesia. Jika KPBN dapat mempromosikan produk kelapa sawit Indonesia secara efektif dan menemukan pembeli yang stabil, maka harga TBS Indonesia dapat menjadi lebih stabil.

Karenanya, Dr. Anto melihat perlunya APKASINDO dan stakeholder sawit lainnya untuk memformulasikan skema rumusan yang dikaitkan dengan harga Rotterdam, Bursa Malaysia dan KPBN untuk membuat harga TBS tetap stabil

“Saya melihat bahwa yang difokuskan dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 01 Tahun 2018 (Permentan 01/2018), regulasi yang mengatur Tataniaga TBS, hanya berkaitan kepada rendemen dan biaya BOL (biaya oprasional langsung) serta BOTL (biaya operasional tidak langsung). Kita abai melihat potensi seutuhya dari TBS, seperti cangkang, janjang kosong dan produk sampingan lainnya. TBS itu semua ada nilai ekonomisnya” lanjut Dr.Anto.

Menurut Dr. Anto, saat ini harga cangkang sudah mencapai Rp1.700/kg, masak petani sawit di Riau hanya dapat Rp10/kg TBS, itupun kabarnya disepakati di bawah tangan oleh Tim harga TBS Petani Disbun Riau.

“Hari ini harga cangkang sudah lebih mahal dari harga TBS yang sudah menyentuh Rp1.600, maka itu Permentan 01/2018 tersebut sudah layak direvisi dengan berbagai kondisi kekinian hulu-hilir nya sawit,” ujar Dr.Anto.

Dr. Anto kembali menekankan pentingya rumusan solusi untuk memastikan nilai ekonomis tandan buah segar dan menyeluruh untuk menjaga kestabilan harga beli TBS tingkat petani.

“Kita perlu memikirkan rumusan, bagaimana supaya harga TBS dapat stabil, sesuai dengan harapan para petani sawit. Harga TBS sawit khususnya di sentra sawit sangat menentukan kesejahteran petani dan perkembangan pembangunan di daerah sentra sawit. Ketika harga TBS anjlok, maka petani sawit akan kesulitan dalam membiayai pendidikan anak-anaknya dan sangat berdampak ke sektor lain sebagai efek ganda dari ekonomi sawit. Kita harus mencari solusi tersebut, selain aspek lingkungan yang sering menjadi isu utama kelapa sawit. Kitapun harus memikirkan isu ekonomi dan sosial dari komoditi ini,” tutup Dr. Anto(sumber: sawit setara.net)